Kategori
NEWS

WHO Sebut Kedaruratan Pandemik COVID-19 Akan Segera Berakhir

WHO Sebut Kedaruratan Pandemik COVID-19 Akan Segera Berakhir

WHO Sebut Kedaruratan Pandemik COVID-19 Akan Segera Berakhir – Saat ini, jumlah kasus Covid-19 telah mencapai 4,8 juta kasus di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1,8 juta orang dinyatakan sembuh. Hal ini membuat kita berharap  pandemi Covid-19 akan segera berakhir.

Namun, kepala ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Dr. Soumya Swaminathan, telah mengingatkan tidak ada akhir yang cepat untuk pandemi Covid-19, meskipun jika akhirnya vaksin tersedia dalam waktu 12 bulan

Dirjen World Health Organization (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan kedaruratan pandemik COVID-19 dapat berakhir tahun ini. Pernyataan itu menjadi harapan di tengah fakta setiap 12 detik satu orang meninggal gegara virus corona pada pekan lalu.

Mengurangi kesenjangan jadi kunci utama akhiri pandemik
WHO Sebut Ancaman Pandemik COVID-19 Bisa Berakhir Tahun Ini

Demi mencapai hal itu, Tedros meminta negara-negara untuk bekerja lebih keras, demi memastikan akses yang adil kepada vaksin dan obat-obatan. Seruan yang sama juga berlaku untuk upaya pelacakan (tracing) dan menjaga perbatasan.

Sejak awal WHO telah menyerukan akselerasi distribusi vaksin ke negara-negara miskin, dengan harapan seluruh negara dapat memvaksinasi setidaknya 70 persen populasi pada pertengahan 2022.

“Kita tidak bisa mengakhiri fase darurat pandemik kecuali kita menjembatani kesenjangan ini,” ujar dia.

Pekan lalu, setiap 12 detik satu orang meninggal karena COVID-19
WHO Sebut Ancaman Pandemik COVID-19 Bisa Berakhir Tahun Ini

Setengah dari 194 negara anggota WHO gagal mencapai target vaksinasi 40 persen penduduknya pada akhir 2021. Lebih ironis lagi, ternyata 85 persen orang di Afrika belum menerima satu dosis pun.

Kesenjangan vaksin menyebabkan virus corona terus bermutasi hingga merenggut nyawa. Sejak ditetapkan sebagai pandemik hingga kemunculan varian Omicron, COVID-19 telah merenggut lebih dari 5,5 juta nyawa di seluruh dunia.

“Rata-rata minggu lalu, 100 kasus dilaporkan setiap tiga detik, dan seseorang kehilangan nyawanya karena COVID-19 setiap 12 detik,” tutur mantan Menteri Kesehatan Ethiopia itu.

WHO peringatkan ancaman kemunculan varian yang lebih mematikan
WHO Tegaskan Omicron Bukan Akhir Pandemi, Bakal Ada Varian Baru Lagi?

Sejak varian Omicron pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan, sekitar 80 juta kasus telah di laporkan ke WHO, lebih banyak dari 2020. Kabar baiknya adalah Omicron tidak lebih berbahaya dari varian-varian sebelumnya, meski memiliki daya penularan tinggi sehingga memicu gelombang pandemik lanjutan di sejumlah negara.

Pada saat yang sama, Tedros mengatakan dunia juga perlu belajar hidup berdampingan dengan COVID-19.

“Kita perlu belajar mengelolanya melalui strategi berkelanjutan dan terpadu untuk penyakit pernapasan akut. Berbahaya untuk mengasumsikan bahwa Omicron akan menjadi varian terakhir, atau bahwa ini adalah permainan akhir,” kata Tedros.

“Sebaliknya, kondisi secara global justru ideal untuk memunculkan lebih banyak varian baru. Potensi varian yang lebih menular dan lebih mematikan tetap sangat nyata,” sambung dia.

Komentar Swaminathan menyurutkan mereka yang berharap virus bisa segera hilang di tahun depan. Swaminathan mengatakan, sejumlah faktor memengaruhi bagaimana kita dapat mengendalikan virus, termasuk tindakan pengendalian, kemungkinan virus bermutasi, dan penemuan vaksin.

Dia mencatat, meski vaksin adalah jalan keluar terbaik, ada sejumlah besar ketidakpastian yang dapat memperpanjang waktu yang di butuhkan untuk mengurangi angka penyebaran virus corona.

Menemukan vaksin baru adalah langkah pertama. Selain itu, logistik untuk membuat vaksin dan mendistribusikannya kepada lebih dari 7 miliar orang di seluruh dunia adalah tugas yang sangat besar.

Kategori
NEWS

WHO Tetap Menyarankan Masa Karantina 14 Hari Bagi Pasien COVID19

WHO Tetap Menyarankan Masa Karantina 14 Hari Bagi Pasien COVID19

WHO Tetap Menyarankan Masa Karantina 14 Hari Bagi Pasien COVID19 – Karantina adalah upaya memisahkan seseorang yang terpapar COVID-19 (baik dari riwayat kontak atau riwayat bepergian ke wilayah yang telah terjadi transmisi komunitas) meskipun belum menunjukkan gejala apapun atau sedang dalam masa inkubasi yang bertujuan untuk mengurangi risiko penularan. Karantina di lakukan meskipun belum menunjukkan gejala apapun atau sedang dalam masa inkubasi.

World Health Organization (WHO) tetap menyarankan masa karantina 14 hari bagi pasien COVID-19. Meski, kebanyakan pasien yang terinfeksi virus corona sembuh dalam waktu 5-7 hari setelah muncul gejala. Terlepas dari rekomendasi WHO, pada akhirnya negara adalah otoritas yang menentukan durasi karantina. Seperti Prancis, yang telah mempersingkat masa karantina menjadi tujuh hari bagi pasien COVID-19 yang sudah di vaksinasi lengkap.

Menurut Manajer Insiden WHO Abdi Mahamud, di negara dengan jumlah infeksi yang rendah, masa karantina yang lebih lama dapat membantu menjaga jumlah kasus serendah mungkin. Tetapi, dia memahami kebijakan itu akan menghambat perekonomian negara, sehingga mempersingkat karantina menjadi salah satu alasan yang dapat di benarkan.

Tanggapan WHO soal flumicron
Bikin Heboh, Israel Laporkan Kasus Pertama Infeksi COVID “Flurona” |

Di lansir dari Antara, Mahamud juga memberi tanggapan soal flumicron, yaitu penyakit yang di duga hasil kombinasi antara flu dengan COVID-19 varian Omicron. Menurutnya, kedua penyakit itu berasal dari virus yang berbeda, sehingga sangat kecil risiko keduanya bersatu sehingga membentuk virus baru.

Sampai 29 Desember 2021, WHO melaporkan kasus Omicron telah terdeteksi di sekitar 128 negara. Afrika Selatan, negara pertama kali Omicron di temukan, justru mengalami penurunan yang relatif cepat dan tingkat rawat inap dan kematian yang rendah.

Penelitian menunjukkan pasien COVID-19 tidak bergejala berat

Bikin Heboh, Israel Laporkan Kasus Pertama Infeksi COVID “Flurona” |

Kendati situasi di Afrika terbilang membaik, Mahamud menegaskan situasi di setiap negara berbeda-beda.

WHO bisa sedikit bernapas lega karena beragam studi menunjukkan bahwa pasien Omicron hanya menunjukkan gejala ringan, tidak separah pasien yang terpapar varian sebelumnya, termasuk Delta dan varian asli SARS-CoV-2.

“Kami melihat semakin banyak penelitian yang menunjukkan bahwa Omicron menginfeksi saluran pernapasan bagian atas. Tidak seperti varian lain yang menyebabkan pneumonia parah,” kata Mahamud di kutip dari Al Jazeera.

Ancaman lain Omicron, lahirkan varian baru yang lebih mematikan
WHO Tetap Rekomendasikan Pasien COVID-19 Dikarantina 14 Hari

Kendati tidak menunjukkan gejala parah, Mahamud menyoroti ancaman Omicron yang akan menjadi varian dominan dalam beberapa pekan mendatang. WHO Eropa memiliki pendapat serupa, semakin Omicron menyebar dan semakin sering bereplikasi, maka risiko Omicron melahirkan varian baru yang lebih mematikan semakin tinggi.

Mahamud juga menyoroti situasi di Denmark. Ketika varian Alpha membutuhkan dua pekan untuk melipatgandakan kasus, varian Omicron hanya butuh dua hari. “Dunia belum pernah menyaksikan penularan virus seperti itu,” katanya.

Kelompok Ahli Penasihat Strategi (SAGE) imunisasi WHO akan menggelar pertemuan pada 19 Januari 2022 untuk meninjau situasi tersebut. Topik yang akan di bahas adalah waktu booster, kombinasi vaksin dan komposisi vaksin ke depannya.

Seseorang di nyatakan selesai karantina apabila exit test pada hari kelima memberikan hasil negatif. Jika exit test positif, maka orang tersebut di nyatakan sebagai kasus terkonfirmasi COVID-19 dan harus menjalani isolasi. Jika exit test tidak di lakukan maka karantina harus di lakukan selama 14 hari.

Isolasi adalah upaya memisahkan seseorang yang sakit yang membutuhkan perawatan COVID-19 atau seseorang terkonfirmasi COVID-19, dari orang yang sehat yang bertujuan untuk mengurangi risiko penularan.

Kriteria selesai isolasi dan sembuh pada kasus terkonfirmasi COVID-19 menggunakan gejala sebagai patokan utama:
1. Pada kasus terkonfirmasi yang tidak bergejala (asimtomatik), isolasi di lakukan selama sekurang-kurangnya 10 hari sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi.
2. Pada kasus terkonfirmasi yang bergejala, isolasi di lakukan selama 10 hari sejak muncul gejala di tambah dengan sekurang-kurangnya 3 hari bebas gejala demam dan gangguan pernapasan. Sehingga, untuk kasus-kasus yang mengalami gejala selama 10 hari atau kurang harus menjalani isolasi selama 13 hari