Kategori
NEWS

Berikut Ini Beberapa Tokoh Dunia yang Berjuang Keras Melawan Rasisme

Berikut Ini Beberapa Tokoh Dunia yang Berjuang Keras Melawan Rasisme

Berikut Ini Beberapa Tokoh Dunia yang Berjuang Keras Melawan Rasisme – Meskipun kala ini kita udah berada di abad-21, di sedang teknologi yang canggih, tetap tersedia perihal rasisme. Kasus-kasus rasisme ini biasa berjalan dalam bentuk verbal dan non-verbal.

Kasus George Floyd ini mengajarkan beragam pihak bahwa rasisme dan kekerasan tidak akan merampungkan masalah. Namun sayangnya, hal ini sesungguhnya susah untuk di hindarkan. Tagar “Black Lives Matter” pun memenuhi sarana sosial orang-orang sebagai dukungan untuk menghalau tindak rasisme.

Berikut adalah lima sosok pejuan keadilan rasisme yang harus kalian ketahui.

1. Black Panther Party
5 Tokoh Dunia yang Berjuang Keras Lawan Rasisme, Siapa Saja?

Black Panther Party memiliki nama asli Black Panther Party for Self-Defense, yang di temukan pada tahun 1966 di Oakland, California oleh Huey P. Newton dan Bobby Seale. Pada awalnya, kelompok ini bertujuan untuk membantu orang-orang keturunan Afrika-Amerika terhindar dari kekerasan aparat keamanan pada saat itu, seperti yang di kutip dari Britannica.

Pada masa kejayaannya, mereka memiliki anggota lebih dari 2.000 orang. Bahkan mereka memiliki pendukung di luar Amerika seperti Jepang, Inggris, dan Cina.

Salah satu program dari Black Panther ini adalah menghapus kekerasan dari pihak aparat kepada orang berkulit hitam, atau Afrika-Amerika, berdasarkan kutipan History, dengan nama “The Ten-Point Program”.

“The Ten-Point Program” ini membantu orang Afrika-Amerika yang tidak memiliki rumah, ataupun pekerjaan.

2. Black Lives Matter
5 Tokoh Dunia yang Berjuang Keras Lawan Rasisme, Siapa Saja?

Alicia Garza, Patrisse Cullors, Opal Tometi adalah tiga perempuan yang mendirikan Black Lives Matter. Mereka memulai gerakan ini sejak 2013 lalu, seperti yang di kutip dari situs Black Lives Matter.

Gerakan ini terasa dekat bagi ketiganya karena mereka memulai inisiatif ini berdasarkan pengalaman masing-masing. Mereka awalnya merespon pembunuhan yang terjadi terhadap Trayvon Martin yang kemudian menjadi gerakan global. Banyak dari selebiti, atlet hingga politikus mendukung gerakan mereka.

Ketika George Floyd meninggal, gerakan ini mendapatkan perhatian dari seluruh dunia. Perhatian ini termasuk dari orang Indonesia. Di Indonesia sendiri, rasisme masih terjadi terutama pada kaum minoritas.

Gerakan Black Lives Matter pun mendapatkan cuitan yang cukup banya di media sosialnya, terutama pada 2016, dengan 41 juta tweets.

Orang-orang Asia pun dapat mendukung gerakan ini dengan memberi tahu kerabat bahwa semua orang layak mendapatkan kehidupan yang sama. Tak hanya itu, kita juga dapat menapresiasi kultur mereka tanpa harus melakukan apropriasi kultur. Dan mengusahakan untuk tidak membuat stereotip orang berkulit gelap, seperti yang di kutip dari VICE.

3. Martin Luther King Jr.
5 Tokoh Dunia yang Berjuang Keras Lawan Rasisme, Siapa Saja?

Martin Luther King Jr. menjadi salah satu tokoh yang paling terkenal, apalagi dengan pidatonya “I Have a Dream”. Pidato tersebut di dengarkan oleh 250,000 orang yang melakukan aksi demo untuk keadlian rasisme.

Dirinya mendapatkan The Nobel Peace Prize pada tahun 1964. Pada tahun 1968 Martin Luther King Jr. di bunuh oleh tindak rasisme.

Martin Luther King Jr. sendiri menganut ajaran Gandhi untuk tidak melakukan kekerasan. Dirinya memperjuangkan hak-hak orang berkulit hitam kepada pemerintah sejak tahun 1955, seperti yang di kutip dari situs Nobel Prize.

Kategori
NEWS

Inilah Daftar 3 Perang Besar Mengguncang Afghanistan Hingga Saat Ini

Inilah Daftar 3 Perang Besar Mengguncang Afghanistan Hingga Saat Ini

Inilah Daftar 3 Perang Besar Mengguncang Afghanistan Hingga Saat Ini – Afghanistan di juluki sebagai “Graveyard of Empire” bukan tanpa alasan. Negara ini jadi saksi peristiwa bagaimana kekaisaran-kekaisaran kuno hingga negara moderen mencoba untuk menaklukkan wilayah mereka.

Di kutip dari laman apk idn poker, tidak seluruh usaha penaklukan itu gagal, sekiranya Kekaisaran Makedonia di bawah Alexander yang Agung dan Kekaisaran Mongol yang sukses menguasai mereka. Akan tetapi, memasuki abad ke-19 eksistensi Afghanistan sebagai wilayah yang tidak mudah di taklukkan naik ke permukaan.

Di penuhi pegunungan hingga kekayaan alam mineral yang besar, Afghanistan mempunyai potensi jadi negara kuat dan kokoh di Asia Tengah. Namun, konflik dan perang yang berlarut-larut menyebabkan negara ini jadi terpecah belah hingga sulit untuk berdamai demi masa depan yang lebih baik.

Berikut adalah tiga perang besar yang mengguncang Afghanistan hingga hari ini.

1. Invasi Inggris (1839, 1878, dan 1919)

Kerajaan Inggris jadi hanya satu negara modern yang dulu menginvasi Afghanistan sebanyak tiga kali. Alasan utama Inggris menyerang dan mendiami Afghanistan adalah untuk mengantisipasi ekspansi Kekaisaran Rusia ke wilayah India yang waktu itu sedang berada di bawah pengaruh Inggris.

Di kutip berasal dari Brittanica.com, kegalauan Inggris terhadap Rusia membuatnya menginvasi Afghanistan untuk pertama kali terhadap 1839. Saat itu, Inggris mengusahakan menumbangkan Emirat Islam Afghanistan yang di nilai tidak menunjang keperluan Inggris.

Militer Inggris bersama dengan kekuatan yang jauh lebih superior bersama dengan cepat menguasai beberapa besar wilayah Afghanistan. Namun, Inggris mulai terlampau kewalahan saat mesti menjaga daerah-daerah yang udah mereka kuasai berasal dari pemberontakan masyarakat Afghanistan.

Karena Inggris terlampau pandang remeh Afganistan dan tidak siap untuk perang, Kerajaan Inggris memutuskan untuk menarik mundur pasukannya berasal dari Afghanistan terhadap 1842. Kemenangan Emirat Islam Afghanistan melawan Inggris terhadap itu jadi pembuktian pertama negara itu sukar di duduki.

Tidak berselang lama, Inggris yang udah belajar berasal dari kesalahannya dan ingin balas dendam, kembali menginvasi Afghanistan terhadap 1878. Kedatangan Inggris kali ini udah bersama dengan persiapan khusus dan hanya punya tujuan untuk memastikan bahwa Emirat Islam Afghanistan mesti mengakui hegemoni Inggris di Asia Tengah dan India.

Berbeda berasal dari sebelumnya, Inggris yang hanya membutuhkan kesetiaan Emirat Islam Afghanistan selanjutnya memutuskan untuk menarik pulang pasukannya di 1880, setelah mendapat kepastian berasal dari Emir Sher Ali Khan. Meskipun Inggris tercatat sebagai pemenang, ketidaksanggupan Inggris untuk terlampau mendiami Afghanistan mulai menciptakan situasi khusus di negara tersebut.

Sebagai negara yang tetap berada di pengaruh Inggris pascakemenangan Inggris itu, Emirat Islam Afganistan selanjutnya memutuskan untuk menyerang daerah koloni Inggris di India. Mereka pun selanjutnya mendeklarasikan penuh kemerdekaannya berasal dari pengaruh Inggris terhadap 1919.

2. Invasi Uni Soviet (1979-1989)

Di akui sebagai negara yang berdaulat sejak 1919, Emirat Islam Afghanistan sukses jadi negara yang damai untuk sebagian dekade sampai tetangga raksasanya di utara menginvasi.

Kudeta yang di lakukan tokoh nasionalis-komunis Afghanistan melengserkan kekuasaan Emirat Islam Afganistan. Ini memicu kekacauan serius di negara selanjutnya gara-gara implementasi perubahan progresif pascakudeta yang bertolak belakang bersama tahu tradisionalis.

Khawatir dapat terjadinya revolusi Islam layaknya yang berjalan di Iran, pemerintah Uni Soviet melancarkan invasi militer pada Afganistan pada 1979. Soviet lakukan itu untuk mengantisipasi jatuhnya Afghanistan ke di dalam pengaruh Islamis, layaknya yang di lansir History.com.

Sama layaknya Inggris, militer Soviet sangat meremehkan pejuang Mujahidin yang memberontak melawan kependudukan Uni Soviet dan Negara Demokratik Afghanistan yang berhaluan komunis. Petinggi militer Soviet yang memprediksi pertempuran tidak dapat berjalan lama.

Namun, ternyata mereka perlu hadapi realitas pahit sehabis pasukan kebanggaannya yang tidak pernah kalah sejak Perang Dunia II terasa tidak berkutik melawan segerombolan pejuang sipil bersenjatakan AK-47 dan peluncur roket.

Strategi militer Soviet yang berfokus melawan musuh konvensional, layaknya militer AS dan NATO, sekarang perlu melawan pasukan pemberontak yang berperang secara gerilya tanpa persenjataan canggih layaknya tank ataupun pesawat tempur. Ketidaksiapan Soviet di dalam melatih prajuritnya untuk berperang melawan pemberontakan besar-besaran di Afghanistan memicu lebih kurang 15 ribu prajurit Soviet gugur.

Api pemberontakan di nilai sangat susah untuk di padamkan akibat seruan jihad. Oleh pejuang Mujahidin pada militer Soviet yang di cap sebagai anti-Islam. Akhirnya pada 1989, pemimpin Soviet, Mikhail Gorbachev, menarik mundur pasukannya sehabis 10 tahun berperang melawan pemberontakan Mujahidin tanpa adanya kemajuan.

3. Invasi AS ke Afghanistan (2001-hari ini)

Serangan 11 September 2001 yang di pelopori oleh kelompok teroris Al-Qaeda menjadi alasan sempurna bagi AS untuk menginvasi Afghanistan. Berdirinya Negara Islam Afghanistan pascatumbangnya Negara Demokratik Afghanistan terhadap 1992. Di percaya banyak ahli, menjadikan Afghanistan sebagai tempat perlindungan utama teroris-teroris di dunia.

Melansir BBC, pemerintah AS yang yakin bahwa Negara Islam Afghanistan di bawah Taliban memberi perlindungan terhadap anggota teroris Al-Qaeda. Memilih untuk melakukan invasi terhadap Oktober 2001. Sebagai pemenang Perang Dingin dan negara adidaya, Washington beranggapan operasi militer mereka di Afghanistan tidak dapat terjadi lama.

Mereka juga yakin diri bahwa Afghanistan dapat menjadi negara yang demokratis di bawah bimbingannya. Dugaan AS nyaris sukses sebagaimana apa yang udah di raih Inggris. Dan Uni Soviet di awal kala mereka menginvasi negara ini.