Kategori
NEWS

Perwakilan AS dan Rusia Akan Melakukan Pertemuan di Jenewa

Perwakilan AS dan Rusia Akan Melakukan Pertemuan di Jenewa

Perwakilan AS dan Rusia Akan Melakukan Pertemuan di Jenewa – Pembicaraan antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan timpalannya Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden tampaknya tidak berjalan baik-baik saja, kalau tidak mau dibilang berlangsung panas. Keduanya saling melempar ancaman terkait krisis yang terjadi di perbatasan Ukraina.

Dalam pembicaraan yang berlangsung selama 50 menit via telepon itu, Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan Presiden Joe Biden bahwa hubungan antara kedua negara dapat runtuh jika AS menjatuhkan sanksi kepada Rusia atas tindakannya di Ukraina. Ajudan Kremlin Yuri Ushakov mengatakan bahwa Putin mengatakan kepada Biden sanksi dapat menyebabkan kerusakan total dalam hubungan antara negara kedua negara.

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden melakukan panggilan telepon dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Dalam panggilan tersebut, mereka berdua membahas langkah lebih lanjut untuk meredakan ketegangan akibat ancaman dari Rusia. Menurut Gedung Putih, Presiden Biden mengatakan kepada Presiden Zelensky bahwa AS akan memberikan tanggapan secara tegas ketika Rusia melakukan invasi kepada Ukraina. Sampai saat ini, sekitar 100.000 tentara Rusia masih berada di dekat perbatasan Ukraina.

1. AS dan sekutu akan menanggapi dengan tegas jika Rusia menginvasi Ukraina

Jalur untuk meredakan ketegangan yang terjadi antara Ukraina dengan Rusia terus diusahakan, salah satunya dengan diplomasi. Perwakilan AS dan Rusia telah merencanakan pertemuan untuk membicarakan masalah tersebut. Di sisi lain, AS secara tegas terus memberikan dukungan penuh terhadap Ukraina.

Dalam panggilan telepon antara Beden dan Zelensky yang terbaru, Reuters mengutip Sekretaris Gedung Putih Jen Psaki mengatakan AS “Presiden Biden menjelaskan bahwa Amerika Serikat dan sekutu serta mitranya akan merespons dengan tegas jika Rusia menginvasi Ukraina lebih lanjut.” Ketegangan antara Ukraina dengan Rusia telah menimbulkan ancaman perang besar jika hubungan panas keduanya tidak mereda.

Ukraina menuduh Rusia merencanakan invasi karena telah menumpuk ratusan ribu tentara di dekat perbatasannya. Tuduhan itu telah dibantah oleh Moskow. Mereka berulangkali mengatakan tidak memiliki rencana untuk menyerang Kiev. Mereka hanya ingin bahwa NATO tidak melebarkan pengaruh ke Eropa timur dengan menerima Ukraina sebagai anggotanya.

2. Ukraina menghargai dukungan dari AS

Meskipun harapan Ukraina dapat di terima keanggotaannya di NATO yang di pimpin oleh AS belum terwujud, tapi Washington dan para sekutunya telah memberi penegasan secara berulangkali bahwa mereka akan mendukung Ukraina yang berdaulat. AS bahkan telah mengalokasikan jutaan dolar untuk membantu Ukraina dengan memberikan pasokan senjata pertahanan jika Rusia benar-benar menyerang Kiev.

Di lansir CNN, Presiden Zelensky dalam unggahan media sosialnya memberikan penekanan penting atas pembicaraan yang terbaru dengan Presiden Biden. Dia mengatakan “menghargai dukungan yang tak tergoyahkan” dari mitranya itu. Panggilan telepon terbaru antara dua pemimpin itu juga membahas tindakan bersama antara Ukraina, AS dan negara mitra lain dalam upaya menjaga perdamaian Eropa, untuk mencegah eskalasi lebih lanjut. Mereka berdua juga membahas reformasi dan deoligarki.

3. Pembicaraan tingkat tinggi AS-Rusia
Dukung Ukraina, AS akan Respon Tegas Jika Diserang Rusia

Rusia telah mengajukan proposal kepada AS pada akhir tahun 2021, yang salah satu isinya adalah meminta NATO tidak menerima Ukraina menjadi anggotanya. Rusia merasa terancam jika Kiev nanti jadi anggota NATO, maka berbagai senjata canggih seperti rudal balistik dari aliansi atlantik utara bisa di tempatkan di negara itu sehingga secara langsung menimbulkan ancaman keamanan Rusia.

Selain itu, Rusia juga meminta jaminan keamanan berdasarkan hukum kepada AS dan NATO, dan berharap pembicaraan tentang proposal itu di lakukan dengan segera. Menurut RFERL, perwakilan AS dan Rusia akan melakukan pertemuan tingkat tinggi dalam tiga tahapan. Pertemuan pertama dari tahapan itu, akan di lakukan pada tanggal 9-10 Januari mendatang di Jenewa.

Tepat pada akhir tahun 2021, Presiden Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin telah melakukan panggilan yang berlangsung selama 50 menit. Dalam pembicaraan panjang itu, ajudan Kremlin Yury Ushakov mengatakan bahwa pihaknya puas dengan percakapan itu, yang umumnya konstruktif.

Putin sendiri di kabarkan mengatakan kepada Biden bahwa jika AS. Dan sekutunya menjatuhkan sanksi lebih berat terhadap Rusia atas ketegangan yang saat ini terjadi. Maka itu akan jadi kesalahan besar. Ancaman sanksi tersebut dapat menyebabkan hubungan Moskow. Dengan Washington mengalami kehancuran total.

Ajudan Kremlin Yuri Ushakov mengatakan bahwa Putin mengatakan kepada Biden sanksi dapat menyebabkan kerusakan total dalam hubungan antara negara kedua negara. Sebelumnya di wartakan jika Biden mengklaim telah menyampaikan ancaman tegas kepada Putin melalui telepon.

Pemimpin Amerika itu mengatakan Rusia akan membayar harga yang mahal jika melangkah masuk ke Ukraina lagi. Memperkuat pernyataan Biden, Sekretaris pers Gedung Putih Jen Psaki mengatakan bahwa AS. Akan merespons hika Rusia terus maju dengan invasi Ukraina.

Kategori
NEWS

Inilah Faktor Utama Mengapa Georgia Sulit untuk Diterima oleh NATO

Inilah Faktor Utama Mengapa Georgia Sulit untuk Diterima oleh NATO

Inilah Faktor Utama Mengapa Georgia Sulit untuk Diterima oleh NATO – Georgia merupakan sebuah negara kecil di wilayah Kaukasus yang sudah lama inginkan keanggotan Pakta Pertahanan NATO. Sudah 13 tahun, Georgia menyatakan kesiapannya bergabung bersama NATO, tetapi tidak semua negara anggota NATO sepakat menerimanya.

Di kutip dari laman apk idn poker dalam Reuters, meskipun Georgia bukanlah negara anggota NATO, negara itu sudah kerap menjadi tuan rumah latihan tempur paduan untuk negara-negara NATO seperti yang sedang di gelar di Kota Tblisi hari Rabu kemarin. Sejak kesepakatannya bersama NATO pada tahun 2008, Georgia kerap terlibat di dalam beraneka kegiatan NATO, baik itu latihan paduan hingga operasi militer di Afganistan.

Keterlibatan seperti ini yang sangat di harapkan pemerintah Georgia bahwa suatu saat nanti NATO bisa bersama terbuka menerima negara mereka. Berikut adalah faktor-faktor yang menjadi alasan mengapa negara-negara NATO enggan menerima Georgia.

1. Menarik respons serius dari Rusia

Meskipun Pakta Pertahanan NATO di dirikan sebagai aliansi militer untuk menghadapi kemampuan tempur Uni Soviet, tapi pascakejatuhan Uni Soviet pada tahun 1991, Federasi Rusia yang mewarisi beberapa besar persenjataan Soviet menjadi musuh NATO yang baru. Sebagai sebuah ancaman, NATO mengerti mereka tidak boleh terlampau sering memprovokasi Rusia, lebih-lebih sehabis melanggar janjinya bersama dengan Rusia yang merasa terima anggota-anggota baru bekas Blok Timur hingga negara-negara pecahan Republik Soviet.

Di karenakan kegalauan perang terbuka bersama dengan Rusia yang di takutkan NATO, intervensi militer Rusia yang sempat terjadi di Georgia memicu NATO terlampau yakin Rusia mampu membalas bersama dengan terlampau benar-benar seumpama Georgia secara tiba-tiba di terima sebagai bagian NATO yang baru, layaknya yang di lansir berasal dari War on the Rocks.

Hal selanjutnya sempat di buktikan Rusia beberapa saat lantas di kala memobilisasi 100.000 prajurit dan alutsista tempurnya di sepanjang perbatasan Rusia-Ukraina. Kondisi itu terjadi sehabis terlihat kabar NATO dapat segera terima Ukraina sebagai anggota.

Rusia sesungguhnya sudah sering terlihat mengerahkan alutsista tempurnya ke perbatasan barat seumpama NATO menaikkan jumlah pasukan rotasi bahkan sebuah latihan militer biasa. Kremlin sudah berulang-kali memastikan Rusia dapat tetap menjawab provokasi yang di tunjukkan NATO secara proporsional agar situasi ini dapat terlampau mempersulit idaman Georgia mampu di terima NATO.

2. Militer Rusia masih menduduki 20 persen teritori Georgia

Perang terbatas yang sempat berlangsung antara militer Rusia dan Georgia pada tahun 2008 menyisakan kekalahan pahit bagi Georgia. Akibat kekalahan, Rusia menyebabkan dua wilayahnya, Abzhakia dan Ossetia Selatan. Wilayah selanjutnya telah di akui Rusia sebagai negara baru.

Di laporkan The World, di dalam wawancaranya bersama dengan seorang mantan Jenderal AS yang bertugas di Eropa, keberadaan pasukan Rusia di wilayah Abzhakia dan Ossetia Selatan yang merupakan 20 prosen dari keseluruhan wilayah Georgia. Kondisi itu jadi salah satu alasan beberapa anggota NATO amat menampik penggabungan Georgia bersama dengan mereka.

Aktifnya militer Rusia di dalam wilayah yang merupakan de facto dan de jure milik Georgia. Di nilai bisa membahayakan kestabilan wilayah Kaukasus jikalau Georgia di serap masuk ke di dalam NATO. Tingginya probabilitas perang terbuka bersama dengan Rusia menegaskan. Pimpinan NATO untuk tidak akan mempertaruhkan kedamaian Eropa dan sekitarnya hanya demi Georgia.

3. Lambatnya reformasi pertahanan dan sipil di Georgia

Tidak sembarang negara dapat dengan mudah bergabung dengan Pakta Pertahanan NATO. Banyak persyaratan yang harus di penuhi calon anggota. Sebelum bisa di terima di salah satu pakta pertahanan paling menguntungkan di Eropa itu.

Melansir War on the Rocks, alasan serius mengapa NATO belum dapat benar-benar menerima Georgia. Karena lambatnya reformasi pertahanan dan sipil sesuai dengan standar NATO. Sama seperti Ukraina yang merupakan negara pecahan Republik Soviet. Georgia sudah lama mengalami kerumitan dalam restrukturisasi pertahanan hingga reformasi alutsista tempur. Yang sudah lama mengandalkan persenjataan timur (Soviet) demi memenuhi ketentuan NATO, yang sebagian besar menggunakan persenjataan Barat.

Tidak hanya di alutsista atau pun pertahanan, pemerintahan Georgia yang di nilai masih sangat tertutup. Dan tidak mengedepankan transparansi ikut memperlama proses transisi guna mendapatkan kepercayaan penuh NATO. Tidak dapat di ketahui pasti kapan atau akankah Georgia dapat bergabung dengan NATO. Namun satu hal yang dapat di pastikan adalah Kremlin akan selalu mengawasi. Setiap gerak gerik NATO di mana pun mereka menginjakkan kakinya.